Aku duduk di tepian jurang. Pemandangan yang cukup ngeri sekiranya nyata. Tapi kala itu aku merasakan kebahagiaan membuncah di hati. Pandanganku ke langit. Langit indah sekali. Berwarna biru jernih dengan awan putih bergumpal+gumpal laksana kapas berarak tenang. "Aku selalu suka pemandangan sehabis hujan" ucapku sambil memalingkan wajah ke arah sosok di sebelahku. Rupanya aku tidak sendiri. Ia juga duduk santai di sampingku. Matanya tak pernah lepas menatapku. "Tapi ini bukan habis hujan." Balasnya seraya tersenyum. Entah kenapa aku mengatakannya. Aku cuma mau mengatakan itu saja. Lalu alam nir waktu itu kami nikmati dalam hening.
Ah, ini kan hanya mimpi. Gumamku dalam hati.
Dalam potongan2 fragmen nyaris tidak jelas dan tidak berurut, aku mendapati kami berpetualang. Melewati hutan-hutan, bukit dan sawah, kampung-kampung asri dan sunyi. Jauh dan lama sekali perjalanan kami. Sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku untuk bertanya siapakah dia yang mengiringiku terus? Aneh betul.
Aku terbiasa mengandalkan intuisi. Masa bodoh orang mengatakannya halusinasi. Tapi aku selalu percaya pada intuisiku. Makanya ketika aku terbangun dari mimpi itu dan mempertanyakan sosok asing dalam mimpiku barusan, jawaban yang kudapati adalah dia adalah diriku sendiri. Bagian diriku yang lain, yang menyosok dalam rupa berbeda. Ada yang mengatakannya pengalaman spiritual, tapi aku bisa mencari penjelaskannya secara psikologi. Jadi jangan terlalu menganggap mistis pengalaman-pengalaman luar-fisik.
Kucoba mengingat-ingat sosoknya. Seorang laki-laki muda, mungkin umurnya sedikit di atas umurku, begitu intuisiku menilai cepat. Bicaranya tegas dan terkesan dewasa. Ia punya karisma yang bisa membuatku merasa dilingkupi kekuasaan, tapi bukan intervensi. Sekilas terpikir mungkinkah ia malaikat pelindungku? Ya, mungkin saja. Ada orang yang mempercayai konsep keberadaan malaikat pelindung. Termasuk aku, meskipun sedikit banyak sudah kusisihkan demi realitas.
Secara fisik, tinggi tubuhnya tak jauh berbeda denganku. Perawakannya pun hampir sama. Cukup imut untuk ukuran cowok. Setidaknya menurut standarku. Seingatku, pria2 yang pernah dekat denganku hampir selalu sempurna menurut standar 'daya tarik fisik' bagi wanita baik wajah maupun penampilan keseluruhan. Oh ya, soal wajah pun tak ada yg istimewa. Namun yang lebih penting lagi, ini jelas bukan jenis mimpi erotis meskipun hanya terdiri dari seorang pria dan seorang wanita. Karena sama sekali tidak ada chamistry asmara di antara kedua orang dalam mimpiku itu. Dari sisiku, lebih tepatnya. Mimpi yang tidak banyak membawa arti. Pikirku.
Maka pengalaman mimpi itu lewat begitu saja. Saat itu sekitar akhir bulan november 2011. 2 bulan setelah perpisahan dengan mantan pasanganku.
5 bulan berlalu ketika aku mendapati diri tengah berkomunikasi secara intens dengan seorang pria yang kukenal melalui jaringan aplikasi di ponsel. Kubilang intens karena pria ini, sejak pertama kali kami saling kenal, bertanya macam2 soal pribadiku. Anehnya meski belum bertemu aku pun cerita saja tanpa banyak pertimbangan. Aneh, aku percaya saja orang ini tahu kisah hidupku meski belum pernah bertemu. Sampai akhirnya hampir sebulan, kami pun mendapat kesempatan copy darat.
Mungkin pembaca sudah tahu duluan nih, arah ceritanya. Iya, basi emang. Aku terkejut sekali waktu bertatap muka dengannya. Sosoknya 99% mirip dengan sosok pria asing dalam mimpiku 5 bulan sebelumnya. Konyol. Sunggguh konyol. Dan yang lebih konyol lagi, kala itu kami bertemu bukan dengan tujuan romantik. Kami bertemu untuk menjadi peserta donor darah, kebetulan saat itu sedang berlangsung pekan sosial yang diadakan sebuah lembaga sosial keagamaan dalam rangka menyambut waisak 2012. Kami bersama-sama sampai malam hari. Kegiatan yang kami lakukan sepanjang hari itu hampir persis yang terjadi dalam mimpi. Menempuh perjalanan lumayan jauh. Siapapun yang membaca ini, percayalah, sama sekali tidak ada pengalaman erotik di sini. setelah mengantarku kembali ke rumah kostku di kawasan jakarta barat kala itu, ia pulang kembali ke rumahnya di tangerang.
Setelah itu kami masih menjalin komunikasi. Sampai semua berangsur-angsur normal. Yang aku maksud normal adalah semakin jarangnya kami berkomunikasi seperti awal perkenalan dulu. Sempat terbersit dalam benakku, mungkin kami tidak berjodoh untuk pertemanan akrab. Suatu kali aku menyalin data ponsel untuk dipindahkan ke ponsel baru yang akan gunakan. Ternyata selama ini aku menyimpan semua isi percakapan kami. Beberapa percakapan hilang karena proses menyalin itu. Tapi sebagian besar sempat kubaca. Dan itu membuatku tertawa-tawa sendiri sekaligus menangis. Ah, aku merindukannya. aku pun mengirim beberapa pesan ke ponselnya setiap kali ada kesempatan. Tapi tak banyak lagi yang kami perbincangkan. Mungkin dia sudah punya kesibukan lain.
Hampir setahun kemudian aku berhasil membujuknya bertemu lagi. Aku bilang membujuk karena memang beberapa kali sebelumnya sudah ada janji untuk bertemu, hanya kesempatannya selalu tidak tepat. Aku memaksa bertemu karena tepat beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya. Angka itu kudapat ketika diam-diam mencuri lihat berkas identitas pendonor darah miliknya tempo hari. Ada beberapa benda yang ingin kuberikan sebagai hadiah ulang tahunnya. Tanpa dia sendiri pernah tahu, kalau aku memberikannya dengan maksud itu. Karena pada hari dia berulang tahun, ucapanku tak secara istimewa diresponnya. Adikku yang kuceritakan tentang ini tertawa terbahak-bahak. Dia pria yang dingin, ya? Pasti mengesalkan. Tapi aku memang tidak mengharapkan lebih. Soal itu dengan cepat aku lupakan. Santai saja.
Tapi untungnya yang membuatku tidak benar-benar patah hati adalah kami sempat bertemu lagi 2 bulan kemudian. Meskipun kali ini ia yang minta bertemu. Pertemuan yang tentu saja untuk keperluan lain selain urusan hati. Beda denganku. ia memesan buku terbitan kantorku, yang tidak dijual di toko buku, tapi hanya dijual secara online. Ketika aku tanya mau dikirim ke mana buku itu, dia lah yang bilang mau mengambilnya sendiri dari tanganku. Tentu saja lebih menguntungkan karena ia tak perlu membayar lebih untuk ongkos kirim. Jadilah kami bertemu akhir pekan itu.
Kami memang hanya menjadwalkan akhir pekan jika memungkinkan janji bertemu. Alasannya, saat akhir pekan aku hampir selalu pulang ke rumah tante di kawasan jakarta pusat, sementara hari biasa aku kost dekat kantor di jakarta selatan. Baginya sendiri hari sabtu adalah hari latihan Martial Art, kegiatan rutinnya mulai sore hingga malam, pukul 10 malam. Pengalaman sebelumnya dia akan sampai di rumah tanteku pukul 11 malam. Tapi itu tidak masalah karena aku selalu hampir tidak tidur di sabtu malam, terutama jika berada di sana. Kawasan jalan gajah mada dan hayam wuruk selalu ramai di akhir pekan. Dan biasanya aku menghabiskan waktu dengan nongkrong di rumah makan milik tanteku. Di sanalah kami bertemu.
Benar saja, sekitar pukul 11 malam ia tiba. Kuserahkan buku yang ia pesan. Lalu membuatkan minum dan menyediakan sedikit cemilan. Saat itu aku tidak terlalu semangat bertemu dengannya. Penyebabnya beberapa hari sebelumnya ia melakukan sesuatu yang sangat mengesalkanku. Soal itu aku rahasiakan saja.
Seperti biasa kami ngobrol panjang lebar. Harusnya besok paginya aku ada janji pergi untuk suatu urusan. Tapi batal. Ketika kuceritakan padanya, kalau aku sedang kecewa akibat batalnya acara itu, aku harap dia tidak batal datang juga malam itu. Karena bisa membuat aku lebih kecewa lagi. Untungnya dia tidak memilih mengecewakanku. Kami mengobrol sampai hampir pagi. Pukul setengah 4 kalau tidak salah. Kasihan sekali dia, aku memang menahannya ketika dia mau pulang jam 2 sebelumnya. Sebenarnya aku bingung kenapa aku menulis ini. Tapi mungkin alasannya mungkin karena aku mulai merasakannya. Aku menemukan seseorang. Seseorang untuk kurindukan.
Ah, ini kan hanya mimpi. Gumamku dalam hati.
Dalam potongan2 fragmen nyaris tidak jelas dan tidak berurut, aku mendapati kami berpetualang. Melewati hutan-hutan, bukit dan sawah, kampung-kampung asri dan sunyi. Jauh dan lama sekali perjalanan kami. Sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku untuk bertanya siapakah dia yang mengiringiku terus? Aneh betul.
Aku terbiasa mengandalkan intuisi. Masa bodoh orang mengatakannya halusinasi. Tapi aku selalu percaya pada intuisiku. Makanya ketika aku terbangun dari mimpi itu dan mempertanyakan sosok asing dalam mimpiku barusan, jawaban yang kudapati adalah dia adalah diriku sendiri. Bagian diriku yang lain, yang menyosok dalam rupa berbeda. Ada yang mengatakannya pengalaman spiritual, tapi aku bisa mencari penjelaskannya secara psikologi. Jadi jangan terlalu menganggap mistis pengalaman-pengalaman luar-fisik.
Kucoba mengingat-ingat sosoknya. Seorang laki-laki muda, mungkin umurnya sedikit di atas umurku, begitu intuisiku menilai cepat. Bicaranya tegas dan terkesan dewasa. Ia punya karisma yang bisa membuatku merasa dilingkupi kekuasaan, tapi bukan intervensi. Sekilas terpikir mungkinkah ia malaikat pelindungku? Ya, mungkin saja. Ada orang yang mempercayai konsep keberadaan malaikat pelindung. Termasuk aku, meskipun sedikit banyak sudah kusisihkan demi realitas.
Secara fisik, tinggi tubuhnya tak jauh berbeda denganku. Perawakannya pun hampir sama. Cukup imut untuk ukuran cowok. Setidaknya menurut standarku. Seingatku, pria2 yang pernah dekat denganku hampir selalu sempurna menurut standar 'daya tarik fisik' bagi wanita baik wajah maupun penampilan keseluruhan. Oh ya, soal wajah pun tak ada yg istimewa. Namun yang lebih penting lagi, ini jelas bukan jenis mimpi erotis meskipun hanya terdiri dari seorang pria dan seorang wanita. Karena sama sekali tidak ada chamistry asmara di antara kedua orang dalam mimpiku itu. Dari sisiku, lebih tepatnya. Mimpi yang tidak banyak membawa arti. Pikirku.
Maka pengalaman mimpi itu lewat begitu saja. Saat itu sekitar akhir bulan november 2011. 2 bulan setelah perpisahan dengan mantan pasanganku.
5 bulan berlalu ketika aku mendapati diri tengah berkomunikasi secara intens dengan seorang pria yang kukenal melalui jaringan aplikasi di ponsel. Kubilang intens karena pria ini, sejak pertama kali kami saling kenal, bertanya macam2 soal pribadiku. Anehnya meski belum bertemu aku pun cerita saja tanpa banyak pertimbangan. Aneh, aku percaya saja orang ini tahu kisah hidupku meski belum pernah bertemu. Sampai akhirnya hampir sebulan, kami pun mendapat kesempatan copy darat.
Mungkin pembaca sudah tahu duluan nih, arah ceritanya. Iya, basi emang. Aku terkejut sekali waktu bertatap muka dengannya. Sosoknya 99% mirip dengan sosok pria asing dalam mimpiku 5 bulan sebelumnya. Konyol. Sunggguh konyol. Dan yang lebih konyol lagi, kala itu kami bertemu bukan dengan tujuan romantik. Kami bertemu untuk menjadi peserta donor darah, kebetulan saat itu sedang berlangsung pekan sosial yang diadakan sebuah lembaga sosial keagamaan dalam rangka menyambut waisak 2012. Kami bersama-sama sampai malam hari. Kegiatan yang kami lakukan sepanjang hari itu hampir persis yang terjadi dalam mimpi. Menempuh perjalanan lumayan jauh. Siapapun yang membaca ini, percayalah, sama sekali tidak ada pengalaman erotik di sini. setelah mengantarku kembali ke rumah kostku di kawasan jakarta barat kala itu, ia pulang kembali ke rumahnya di tangerang.
Setelah itu kami masih menjalin komunikasi. Sampai semua berangsur-angsur normal. Yang aku maksud normal adalah semakin jarangnya kami berkomunikasi seperti awal perkenalan dulu. Sempat terbersit dalam benakku, mungkin kami tidak berjodoh untuk pertemanan akrab. Suatu kali aku menyalin data ponsel untuk dipindahkan ke ponsel baru yang akan gunakan. Ternyata selama ini aku menyimpan semua isi percakapan kami. Beberapa percakapan hilang karena proses menyalin itu. Tapi sebagian besar sempat kubaca. Dan itu membuatku tertawa-tawa sendiri sekaligus menangis. Ah, aku merindukannya. aku pun mengirim beberapa pesan ke ponselnya setiap kali ada kesempatan. Tapi tak banyak lagi yang kami perbincangkan. Mungkin dia sudah punya kesibukan lain.
Hampir setahun kemudian aku berhasil membujuknya bertemu lagi. Aku bilang membujuk karena memang beberapa kali sebelumnya sudah ada janji untuk bertemu, hanya kesempatannya selalu tidak tepat. Aku memaksa bertemu karena tepat beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya. Angka itu kudapat ketika diam-diam mencuri lihat berkas identitas pendonor darah miliknya tempo hari. Ada beberapa benda yang ingin kuberikan sebagai hadiah ulang tahunnya. Tanpa dia sendiri pernah tahu, kalau aku memberikannya dengan maksud itu. Karena pada hari dia berulang tahun, ucapanku tak secara istimewa diresponnya. Adikku yang kuceritakan tentang ini tertawa terbahak-bahak. Dia pria yang dingin, ya? Pasti mengesalkan. Tapi aku memang tidak mengharapkan lebih. Soal itu dengan cepat aku lupakan. Santai saja.
Tapi untungnya yang membuatku tidak benar-benar patah hati adalah kami sempat bertemu lagi 2 bulan kemudian. Meskipun kali ini ia yang minta bertemu. Pertemuan yang tentu saja untuk keperluan lain selain urusan hati. Beda denganku. ia memesan buku terbitan kantorku, yang tidak dijual di toko buku, tapi hanya dijual secara online. Ketika aku tanya mau dikirim ke mana buku itu, dia lah yang bilang mau mengambilnya sendiri dari tanganku. Tentu saja lebih menguntungkan karena ia tak perlu membayar lebih untuk ongkos kirim. Jadilah kami bertemu akhir pekan itu.
Kami memang hanya menjadwalkan akhir pekan jika memungkinkan janji bertemu. Alasannya, saat akhir pekan aku hampir selalu pulang ke rumah tante di kawasan jakarta pusat, sementara hari biasa aku kost dekat kantor di jakarta selatan. Baginya sendiri hari sabtu adalah hari latihan Martial Art, kegiatan rutinnya mulai sore hingga malam, pukul 10 malam. Pengalaman sebelumnya dia akan sampai di rumah tanteku pukul 11 malam. Tapi itu tidak masalah karena aku selalu hampir tidak tidur di sabtu malam, terutama jika berada di sana. Kawasan jalan gajah mada dan hayam wuruk selalu ramai di akhir pekan. Dan biasanya aku menghabiskan waktu dengan nongkrong di rumah makan milik tanteku. Di sanalah kami bertemu.
Benar saja, sekitar pukul 11 malam ia tiba. Kuserahkan buku yang ia pesan. Lalu membuatkan minum dan menyediakan sedikit cemilan. Saat itu aku tidak terlalu semangat bertemu dengannya. Penyebabnya beberapa hari sebelumnya ia melakukan sesuatu yang sangat mengesalkanku. Soal itu aku rahasiakan saja.
Seperti biasa kami ngobrol panjang lebar. Harusnya besok paginya aku ada janji pergi untuk suatu urusan. Tapi batal. Ketika kuceritakan padanya, kalau aku sedang kecewa akibat batalnya acara itu, aku harap dia tidak batal datang juga malam itu. Karena bisa membuat aku lebih kecewa lagi. Untungnya dia tidak memilih mengecewakanku. Kami mengobrol sampai hampir pagi. Pukul setengah 4 kalau tidak salah. Kasihan sekali dia, aku memang menahannya ketika dia mau pulang jam 2 sebelumnya. Sebenarnya aku bingung kenapa aku menulis ini. Tapi mungkin alasannya mungkin karena aku mulai merasakannya. Aku menemukan seseorang. Seseorang untuk kurindukan.
Komentar
Posting Komentar