Langsung ke konten utama

My Name is Khan. Im Not a Terrorist

Satu lagi film bagus yang missed saya tonton pada saat release-nya di 2010. Telat banget. Baru nonton setelah diputar di stasiun TV lokal tepat di hari pertama di 2014 kemarin. My Name is Khan (MNIK) adalah karya Karan Johar, sineas berbakat asal India. Gaung pujian terhadap MNIK sempat saya dengar. Namun terus terang saja, setelah menontonnya menurut saya film ini tergolong film berbahasa “tinggi”. Tadinya saya pikir film tentang muslim Amerika akan menjadi perhatian di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim. Tapi saya pesimis karena pesan yang ditampilkan MNIK “Amerika banget” ketimbang Asia-nya.  Humor satir yang hanya bisa dipahami orang dengan pengetahuan kultur barat muncul di sana-sini. Pantesan gak terlalu “goong” (atau saya yang kurang gaul :p). Satu hal yang perlu diperhatikan, di balik semua kelebihan pesan moral film ini, sebenarnya penggambaran tentang diskriminasi terhadap muslim Amerika menyimpan potensi salah tanggap oleh perspektif muslim di penjuru dunia: kebencian lanjutan terhadap kultur barat. 

Diceritakan Rizvan Khan (Shahruk Khan) adalah seorang muslim India pengidap Asperger Syndrome, salah satu bagian autis yang mengakibatkan ganggunan untuk berinteraksi sosial. Ia  pindah ke Amerika setelah kematian ibunya dan tinggal bersama kakaknya, Zakir. Meskipun autis, Khan anak yang cerdas. Di sana ia bertemu dengan Mandira (Kajol) dan jatuh cinta. Mandira adalah seorang hindu India dan janda korban KDRT yang memiliki seorang putra bernama Sameer. Ketika Mandira akan pindah ke kota lain, Khan memintanya untuk menikahinya. Tentu saja Mandira yang merasa baru mengenalnya, menolaknya. Namun Khan terus berusaha. Cara Khan yang sok pintar menjelaskan segala macam pengetahuan membuat Mandira kesal. Ia menantang Khan jika ia bisa menunjukkan satu tempat saja di kota itu yang belum pernah ia datangi, ia bersedia menikahi Khan. Khan berhasil meluluhkan hati Mandira ketika menunjukkan sebuah fenomena alam yang terjadi di atas kota yang hanya nampak sekali dalam kurun waktu tertentu. Pemandangan yang tidak pernah dilihat Mandira meski ia telah tinggal di sana jauh lebih lama dari Khan.

Mereka menikah dan pindah ke kota di mana Mandira membuka salon sendiri. Khan menjadi menejer keuangannya. Bersama mereka menjalani kehidupan keluarga yang bahagia penuh adegan yang bikin para jomblo ngiri (dududu). Sebelum sebuah tragedi terjadi. Tragedi yang mengubah sejarah dunia modern dan merubah total kehidupan mereka. Khan berkata, sebelumnya sejarah dunia hanya terbagi menjadi dua dengan satu penanda. Yaitu Sebelum masehi dan sesudah masehi. Sesudah peristiwa ini muncul satu penanda baru:  tragedi 11 September.

Setelah tragedi itu orang muslim menjadi momok di segala penjuru Amerika. Orang-orang menjadi sangat takut sekaligus benci terhadap muslim dan segala atributnya. Ipar Khan terpaksa melepaskan jilbabnya karena takut dengan histeria orang.  Setelah salonnya bangkrut Mandira terpaksa mencari pekerjaan. Sameer juga menjadi korban bullying di sekolahnya karena ayahnya seorang muslim.

Keadaan menjadi semakin pelik ketika Reese, teman Amerika Sameer mendadak menjauhinya tanpa sebab. Hal itu terjadi tepat setelah kematian ayah Reese yang dikirim meliput perang Irak. Reese menjadi membenci muslim seperti lingkungannya. Sameer terus menerus meminta penjelasan dari Reese. Namun pada saat itu segerombolan remaja Amerika yang tubuhnya lebih besar dari Sameer mengeroyoknya hingga tewas. Reese dipaksa tutup mulut atas peristiwa itu. Di permukaan, polisi yang menangani kasus terbunuhnya Sameer mengarahkan dugaan pada pembunuhan dengan motif kebencian pada muslim mengingat ia berayahkan Khan. Nama seorang Muslim India.

Di tengah kedukaannya yang mendalam akibat kehilangan Sameer, Mandira kalap dan memarahi Khan. Ia merasa telah melakukan kesalahan besar dengan menikahi seorang muslim. Mandira menyuruh Khan pergi. Tapi Khan membela diri, ia memang muslim, tapi ia bukan seorang teroris. Mandira makin marah dan mengatakan bahwa Amerika hanya tahu suaminya seorang muslim. Ia harus katakan pada semua orang ia bukan seorang teroris, kalau perlu mengatakannya pada presiden AS.

Dalam pikiran sederhananya Khan hanya memahami kalau ia harus pergi dan bertemu presiden AS. Kemudian memintanya mengatakan pada seluruh penduduk AS kalau ia bukan teroris. Hanya itu cara agar ia bisa kembali pada Mandira. Segala cara ia gunakan untuk menemui presiden. 6 bulan berlalu tanpa hasil karena ternyata menembus pertahanan pengawal presiden bukan hal yang mudah. Khan pergi ke sana ke mari mengikuti jadwal bepergian presiden. Sementara Mandira terus berjuang menuntut keadilan mencari pembunuh anaknya, yang juga tanpa hasil.

Nah, perjalanan Khan menemui presiden ini betul-betul berisi pesan kemanusiaan yang universal dan sangat menyentuh. Untuk bertahan hidup Khan memperoleh penghasilan dari mereparasi apa saja. Di sini ada adegan yang ikonik sekali, Khan berdiri di tepi jalan dengan tulisan “Repair Almost Anything”.  Ini satu-satunya keahlian Khan yang menjadi salah satu benang emas cerita. Ada satu scene menarik di mana Khan menyumbang untuk kelaparan di afrika, tapi petugasnya mengatakan kalau itu khusus Kristen. Khan menjawab, berikan itu pada orang afrika yang bukan Kristen. Hahaha.. dialog yang cerdas. Lalu ada scene yang bikin saya tidak kuasa membendung air mata (sebenernya saya nangis di sepanjang paruh terakhir film) yaitu ketika Khan berdiri di mimbar sebuah gereja kota di Wilhelmina (keliatan banget mau nunjukin kalo muslim itu sebenarnya toleran dan universal) dalam sebuah sesi sharing mengenang orang-orang yang telah meninggal, Khan bercerita tentang Sameer dan betapa ia mencintai putra tirinya itu.

Dalam perjalanan selanjutnya Khan bertemu seorang pembicara di masjid yang menyerukan jihad dengan penuh kebencian. Khan memprotesnya dan mengatakan kalau islam tidak mengajarkan kebencian. Ia bercerita bahwa ibunya pernah berkata, di dunia ini hanya ada orang baik dan jahat. Bagi Khan, provokator muslim itulah yang jahat. Konsentrasi massa pun buyar akibat kata-kata Khan. Kelak  para provokator  itu akan membahayakan hidup Khan. Apalagi setelah kemudian Khan melaporkan orang itu ke FBI. Tapi sebelumnya, Khan sempat ditangkap pasukan pengaman presiden dan di-interogasi karena dicurigai berbahaya ketika meneriakkan “Namaku Khan. Aku bukan teroris.” Di tengah kerumunan salah satu kunjungan presiden.

Saat Khan di penjara itu ia disiksa oleh petugas. Namun ia sama sekali tidak mengerti kenapa ia dikurung. Saat ia diberi pertanyaan tentang Al-Qaeda dan tidak bisa menjawab, Khan berpikir seharusnya ia sebelumnya mencari tahu apa itu Al-Qaeda. Seandainya ia bisa menjawab, pasti ia akan dilepaskan. Pikiran yang sederhana sekali :p Ketika disiksa dengan suhu panas dan dingin yang ekstrim (sepertinya ini prosedur keamanan AS agar membuat penjahat mengaku) Khan mengatakan dengan polos: aku sudah bilang mereka aku bisa membetulkan AC-nya. Tapi mereka tidak percaya. Aduh, Khan… kasian banget, sih.

Setelah laporannya tentang aktivitas provokasi jihad membuahkan penangkapan terhadap kelompok teroris, Khan dibebaskan. Rupanya seorang pemuda nara sumber berita tertarik mencari tahu tentang Khan dan berhasil membuat kisah Khan menjadi sangat terkenal setelah disiarkan di TV. Simpati dan dukungan mengalir bagi Khan. Namun Khan tidak mau menemui Mandira ketika istrinya itu mencarinya ke tempat ia ditahan. Ia merasa belum memenuhi janjinya menemui presiden (Ya ampun, Khan, menikahlah denganku! lho?!)

Selanjutnya terjadi sebuah bencana badai yang menghancurkan kota Wilhelmina. Khan teringat pada sahabatnya, si anak kecil kulit hitam berambut gimbal dan ibunya, Mama Jenny. Khan langsung berangkat ke Wilhelmina ingin memastikan keselamatan mereka. Di sana Khan bahu-membahu dengan penduduk yang mengungsi di gereja untuk memulihkan kota yang luluh lantak dan menolong para korban. Satu scene mengharukan terjadi ketika Khan baru tiba, senang melihat kedua sahabatnya masih hidup. Namun Mama Jenny  malah menyuruh Khan kembali saja, “Yang ini tidak bisa kau perbaiki, sayang.” Katanya sambil berlinang air mata. Terkenalnya Khan karena media telah menggerakkan hati banyak orang untuk ikut membantu Wilhelmina.

Sementara itu kisah khan yang terus-menerus disiarkan TV menyentuh hati Reese. Ia tak tega melihat betapa keluarga sahabatnya tercerai-berai gara-gara kebungkamannya. Reese pergi menemui Mandira untuk membeberkan teka-teki kematian Sameer. Dengan menangis ia memohon pengampunan pada ibu sahabatnya itu. Namun Mandira tegas berkata maaf saja tidak cukup. Reese bersama kelompok remaja yang mengeroyok Sameer harus membayar dengan hukuman setimpal. Tentu saja, dengan kebaikan hatinya Mandira mengajukan peringanan hukuman untuk Reese yang disambut terimakasih sangat dari ibu Reese yang juga sahabat Mandira. Sekarang mereka sama-sama sendiri. Setelah suaminya meninggal akibat perang Irak, kini anaknya dipenjara. Ia berpesan pada Mandira untuk tidak melepaskan Khan.

Sempat terjadi insiden, seorang muslim jihad menusuk Khan dengan pisau. Untungnya sih Khan selamat dan kelak berhasil bertemu dengan presiden yang sudah tahu soal kisah Khan dan Mandira.

Lengkap banget ya sinopsisnya? Biarin deh biar kalo pingin inget ceritanya ga harus nonton lagi filmnya yang durasinya membakar lemak pantat itu… hehehe…  Tapi buat yang belum nonton sih sebaiknya jangan cuma baca sinopsisnya.  Saya suka sekali sinematografinya. Setiap scene bahkan yang tak ada dialognya begitu “berbicara” sampai-sampai saya merasa sayang kalau sampai melewatkan satu scene saja. Nuansa khas Bollywood terasa pada -apalagi kalau bukan- nyanyian yang  menghias apik sepanjang  film. Untung saja tidak banyak tari-tarian. Hehehe.. Pilihan musiknya pun terkesan “pop”. Bahkan ada satu lagu rohani Kristen mengisi adegan di Gereja Wilhelmina. Dari segi cerita sudah tidak perlu dikomentari lagi. Johar dengan ciamik menyatukan dunia orang normal yang rumit dengan pikiran sederhana seorang autis, Khan. Meskipun mengusung tema perjuangan cinta Khan kepada istrinya, namun justru  MNIK berhasil memberi perspektif segar kepada penontonnya tentang cinta dan perbedaan, hubungan lintas budaya, etnis, ras, dan agama. Terutama tentang toleransi dan agar tidak mudah menggeneralisasi orang berdasarkan identitasnya. Untuk akting Shahrukh Khan sebagai penderita autis patut dipuji, terutama karena sudah memanjakan mata saya dengan pemandangan tubuh atletisnya (hohoho).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fall in Love or Fall out of Love

Falling In Love mengubah suatu hal menjadi indah, laki2 menjadi lebih ganteng, perempuan menjadi lebih cantik. Hampir semua pernikahan dimuali dari proses Faling In Love. Jika sesudah pernikahan kemudian diakhiri dengan perceraian, maka itu berarti Falling In Love diikuti dengan Falling Out Of Love. Tidak ada logika ilmiah yang mendukung kenapa orang bisa jatuh cinta. Banyak orang baru mengenal pasangan sebenarnya ketika sudah menikah; Padahal sebelumnya dia pacaran sangat lama.  Karena orang yang sedang jatuh cinta, meskipun dia bicara banyak, sebenarnya dia sedang membicarakan dirinya sendiri. Jadi orang yang sedang jatuh cinta itu sebetulnya sedang menerapkan konsep pasangan terbaik bagi calon pasangan hidupnya, menurut versi dia, tanpa menguji kesesuainnya. Setelah menikah, pasangan ini tidak lagi bicara banyak dibanding saat pacaran, dalam masa ini baru mereka mendengar. Dan ternyata bahwa pasangannya ini tidak sebaik dari yang diharapkannya; itu alasannya mengapa ...

Fong Sai Yuk 2: Jagoanku yang Poligami :|

Pertama kali nonton film Fong Sai Yuk kayaknya waktu masih kecil ya, tahun 90-an gitu deh. Udah ga keitung deh berapa kali ini film tayang di tv lokal. Tapi karena saat itu gue lagi khilaf, nongkrong di stasiun tivi Global TV dan antusias buat nyimak lagi film ini untuk kesekian puluh kalinya.Ternyata ya, kalo kita nonton lagi film lama, kita ga pernah memahaminya dari sudut pandang yang sama lagi. Kalau dulu gue terpukau banget sama ciamik dan lucunya acting ibu Sai Yuk, sekarang justru fokus banget ke romansa Sai Yuk dan istrinya, Ting Ting. Merupakan sekuel dari film  Fong Sai-yuk , film yang bertajuk  Fong Sai-yuk 2  (1993) ini tetap digarap oleh sutradara Corey Yuen. Film ini tentu saja melanjutkan kisah tokoh legenda Fong Sai-yuk (Jet Li) dan istrinya, Ting Ting (Michelle Reis). Mereka kini menjadi anggota kelompok rahasia penentang Dinasti Qing, Kelompok Bunga Merah ( Red Flower Society) yang dipimpin ayah angkat Sai-yuk, Chan Ka-lok (Adam Cheng). ...

Love Phobia: Bila Cinta Harus Berjarak

Seperti kebanyakan film drama Korea lainnya yang penuh dengan adegan romantis, diselingi komedi dan berakhir dengan kisah sedih menyayat hati,  Love Phobia  jelas bukan pengecualian. Namun yang menarik dari kisah ini adalah alur cerita, termasuk ide ceritanya sendiri. Meskipun tergolong ide cerita yang biasa saja, namun nampak sekali penggarapan konflik yang apik mampu membuat penonton seperti saya sabar menunggu kisah bergulir.  Jo Kang (Seung Woo Cho) kecil tengah berboncengan sepeda dengan ayahnya ketika pertama kali ia berjumpa dengan Ari Dong (Hye Jeong Kang). Saat itu ayahnya sedang menjawab pertanyaan Jo Kang tentang cinta sejati. Jo Kang merasak menemukan cinta sejatinya pada diri Ari sejak saat itu. Ari adalah seorang anak perempuan yang dikenal aneh. Kemana-mana memakai jas hujan warna kuning tak terkecuali di dalam ruangan kelas. Sebagai anak baru di kelas, Ari memperkenalkan diri sambil bercerita bahwa ia adalah anak titisan makhluk luar angkasa yang di...