Langsung ke konten utama

Unknowing : Random Note Part1

Apa yang terjadi? Sebenarnya begitu ingin aku bertanya sejak pertama menatap raut wajahnya yang menyiratkan keletihan malam itu. Namun ia selalu mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain. Mengomentari status-status facebook-ku yang katanya suka 'ada-ada saja' namun selalu humanis, rasa irinya padaku dan T (teman facebook-ku) yang nyaman saja bepergian bersama dengan kendaraan umum menjelajahi tempat-tempat rekreasi di Jakarta (yang setelah itu disertai dengan pamer foto-foto), atau ceritanya tentang perilaku anak-anak, cuaca, dan kemacetan yang makin jahanam.

Malam bertukar shift dengan dini hari. Sudah lebih berjam-jam kami duduk di emperan sebuah cafe yang sudah tutup. Ia bertanya ke mana aku akan pulang, apa pekerjaanku sekarang, tapi tidak pernah bertanya tentang hal pribadi. Itu yang membuatku sungkan mengulik hal yang sama darinya. Aku mendekap lengan kirinya. Entah rokok ke berapa yang saat itu menyala, terselip di jemari tangan kanannya. Aku tidak suka asap rokok. Tapi aku jarang keberatan kalau harus berada di antara perokok. Terutama kalau dengan begitu aku jadi bisa menemukan perbincangan menarik. Tapi alasan itu tidak pernah berhasil membujukku menjadi seorang perokok aktif.

Just believe in your intuition. Itulah spiritualitas. Spiritualitas adalah jalan mendengarkan hati nurani. Hati nurani adalah suara ilahiah, tuhan, setan, jin, malaikat, atau dengan apapun orang menyebutnya. Ia adalah 'sosok lain' dalam diri manusia yang selalu mengatakan hal yang seharusnya: kebenaran. Jika seseorang hidup untuk membela kebohongan, akan ada sisi lain dari dirinya, sekecil apapun, yang akan memprotes. Kalau keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, kita akan mendapati seseorang yang selalu gelisah, penuh amarah. Cerminan dari peperangan yang berlangsung abadi dalam dirinya.

Aku tidak yakin ke mana arah pembicaraannya awalnya. Ini bukan topik baru dan menarik bagiku. Aku sudah mendengarnya ribuan kali dari para guru dan orang bijak. Kesanku akan teori spiritualitas sudah mendekati titik jenuh. Berkali-kali ia bertanya apakah aku mengerti yang ia katakan. Aku hanya mengangguk-angguk namun ekspresiku mungkin tak begitu meyakinkan. Sebenarnya aku sedang berusaha merangkai potongan-potongan kisah yang mungkin terselip dalam pesan-pesan persuasif tadi. Berharap menemukan hal baru di dalam kepungan memori lama. Orang yang menderita karena seseorang tapi tak ingin mengakuinya akan memilih cara ini. Aku pernah mengalaminya. Setiap kali kamu bercerita tentang kemalanganmu, kamu akan menyamarkan nama tokohnya. Atau memberinya peran protagonis nan lugu. Atau memberi kesan itu bukan cerita yang dialaminya sendiri.

Aku mendengarkannya lagi. Jika kita menyingkirkan egoisme, membuka diri kita untuk mau mengerti, kita akan memahami segala sesuatu yang kita ingin dan perlu ketahui. Banyak orang bertanya, tapi sebenarnya hanya mencari bagian yang bisa mendukung prasangkanya saja. Aku menoleh untuk menatap wajahnya lebih jelas. Ia membalas dengan senyum. Ia tahu apa yang ingin aku tanyakan. Mungkin ia pun mengira aku sedang menduga-duga. Kita sebenarnya sudah tahu segala sesuatu yang ingin kita tahu. Tapi kita cenderung tidak mempercayai intuisi kita sendiri. Aku mengangguk lagi. Kali ini benar-benar karena setuju.

Kita sering disakiti oleh orang yang sudah lebih dulu menderita oleh amarahnya sendiri. Kita memahaminya, dan ingin menolongnya. Namun ego menghalanginya untuk menerima pertolongan. Kesalahan bisa terjadi karena tidak disengaja, seperti kejahatan yang dilakukan oleh orang yang lugu. Tapi yang lebih berbahaya adalah yang dilakukan oleh orang yang berilmu. Ia mengira dirinya mengetahui segala hal, padahal tidak. Ia berhenti untuk menghisap rokoknya. Aku merinding karena mengira dugaanku tidak meleset.

Kalau seseorang bisa menyakiti orang lain, pada dasarnya ia sadar bahwa ialah yang bermasalah. Gumamku dalam hati, menyimpulkan. Tapi orang yang marah memang selalu merasa dirinya yang paling benar. Ia hanya akan meminta maaf untuk sesuatu yang ia pikir pantas diterima korbannya. Dan itu artinya, teori tentang kejahatan karena ketidaktahuan itu salah. Aku teringat kisah kala Yesus berdoa dari atas kayu salib untuk orang-orang yang menganiayanya: Tuhan, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu yang mereka perbuat. Tuhan lupa, orang-orang yang menghukumnya jelas-jelas menguasai jenis pengetahuan lain; yang tidak berlaku di surga.

Bagian yang paling menyedihkan adalah, lanjutnya, jika kita tidak bisa menolong sekalipun kita orang yang paling dekat dengannya. Padahal kita tahu, kita tidak punya waktu selamanya untuk berada di samping orang ini, melindunginya dari berbuat kesalahan yang disebabkan pengetahuannya sendiri. Aku mendekap lengannya lebih erat. Tidak, sahutku, yang lebih menyedihkan adalah jika kita terus ada di sampingnya dan harus membiarkan ia tetap melakukan kesalahan. Kita menderita karena akhirnya kita paham, kita harus mengijinkan ia menyelesaikan perangnya sendiri. Atau kitalah yang akan menjadi korban sia-sianya.

Omong-omong, kamu perhatikan gak, gambar cover untuk facebook-ku? Aku memasang kutipan favoritku di sana: Dont waste your time with explanation. People only hear, what they want to hear. (Paulo Coelho). Ya, benar, katanya. Orang cuma mau mendengar apa yang ingin didengar. Tidak, tidak. Bukan begitu, sahutku. Harusnya, orang cuma bisa mendengar, apa yang ingin mereka dengar. Pernahkah kamu membaca sebuah buku, atau menonton sebuah film, bertahun-tahun kemudian, ketika kamu membaca lagi buku itu, menonton lagi film yang sama, kamu terkejut karena masih menemukan hal yang dulu tidak kamu sadari. Padahal kamu selalu berpikir sudah mengetahui setiap detail kata, dialog, dan adegannya. Karena pengetahuan kita berkembang, sayang. Aku tersenyum puas dengan caranya menyimpulkan. Itulah sebabnya kita tidak akan pernah bisa mencampuri peperangan seseorang. Bahkan yang disebut pengetahuan itu bisa terlalu subjektif. Kita tidak bisa menghakimi orang hanya karena keterbatasan mereka.

Cara kita memandang kesalahan mereka sebagai keterbatasan mereka adalah tanda bahwa kita telah membuat kompromi dengan penderitaan kita yang disebabkan oleh mereka. Tapi itu tidak akan menolong siapa pun. Bahkan aku juga sebenarnya menderita, karena harus membiarkanmu menyelesaikan perangmu sendiri.

PS. Untukmu dan semua orang yang sedang berperang dengan dirinya sendiri. Memikul salibnya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fall in Love or Fall out of Love

Falling In Love mengubah suatu hal menjadi indah, laki2 menjadi lebih ganteng, perempuan menjadi lebih cantik. Hampir semua pernikahan dimuali dari proses Faling In Love. Jika sesudah pernikahan kemudian diakhiri dengan perceraian, maka itu berarti Falling In Love diikuti dengan Falling Out Of Love. Tidak ada logika ilmiah yang mendukung kenapa orang bisa jatuh cinta. Banyak orang baru mengenal pasangan sebenarnya ketika sudah menikah; Padahal sebelumnya dia pacaran sangat lama.  Karena orang yang sedang jatuh cinta, meskipun dia bicara banyak, sebenarnya dia sedang membicarakan dirinya sendiri. Jadi orang yang sedang jatuh cinta itu sebetulnya sedang menerapkan konsep pasangan terbaik bagi calon pasangan hidupnya, menurut versi dia, tanpa menguji kesesuainnya. Setelah menikah, pasangan ini tidak lagi bicara banyak dibanding saat pacaran, dalam masa ini baru mereka mendengar. Dan ternyata bahwa pasangannya ini tidak sebaik dari yang diharapkannya; itu alasannya mengapa ...

Fong Sai Yuk 2: Jagoanku yang Poligami :|

Pertama kali nonton film Fong Sai Yuk kayaknya waktu masih kecil ya, tahun 90-an gitu deh. Udah ga keitung deh berapa kali ini film tayang di tv lokal. Tapi karena saat itu gue lagi khilaf, nongkrong di stasiun tivi Global TV dan antusias buat nyimak lagi film ini untuk kesekian puluh kalinya.Ternyata ya, kalo kita nonton lagi film lama, kita ga pernah memahaminya dari sudut pandang yang sama lagi. Kalau dulu gue terpukau banget sama ciamik dan lucunya acting ibu Sai Yuk, sekarang justru fokus banget ke romansa Sai Yuk dan istrinya, Ting Ting. Merupakan sekuel dari film  Fong Sai-yuk , film yang bertajuk  Fong Sai-yuk 2  (1993) ini tetap digarap oleh sutradara Corey Yuen. Film ini tentu saja melanjutkan kisah tokoh legenda Fong Sai-yuk (Jet Li) dan istrinya, Ting Ting (Michelle Reis). Mereka kini menjadi anggota kelompok rahasia penentang Dinasti Qing, Kelompok Bunga Merah ( Red Flower Society) yang dipimpin ayah angkat Sai-yuk, Chan Ka-lok (Adam Cheng). ...

Love Phobia: Bila Cinta Harus Berjarak

Seperti kebanyakan film drama Korea lainnya yang penuh dengan adegan romantis, diselingi komedi dan berakhir dengan kisah sedih menyayat hati,  Love Phobia  jelas bukan pengecualian. Namun yang menarik dari kisah ini adalah alur cerita, termasuk ide ceritanya sendiri. Meskipun tergolong ide cerita yang biasa saja, namun nampak sekali penggarapan konflik yang apik mampu membuat penonton seperti saya sabar menunggu kisah bergulir.  Jo Kang (Seung Woo Cho) kecil tengah berboncengan sepeda dengan ayahnya ketika pertama kali ia berjumpa dengan Ari Dong (Hye Jeong Kang). Saat itu ayahnya sedang menjawab pertanyaan Jo Kang tentang cinta sejati. Jo Kang merasak menemukan cinta sejatinya pada diri Ari sejak saat itu. Ari adalah seorang anak perempuan yang dikenal aneh. Kemana-mana memakai jas hujan warna kuning tak terkecuali di dalam ruangan kelas. Sebagai anak baru di kelas, Ari memperkenalkan diri sambil bercerita bahwa ia adalah anak titisan makhluk luar angkasa yang di...