Review Film sekuel Go Lala Go! 2
Hanya berselang 5 tahun dari masternya, "Go Lala Go! 2" akhirnya rilis menjelang akhir 2015 lalu (untung nunggunya gak sampe 14 tahun macem AADC). Masih diangkat dari novel laris "Li Ke", Go Lala Go! 2 kembali berjibaku dengan tema perempuan masa kini yang kerap dituntut menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Diperankan deretan superstar Taiwan seperti Ariel Lin sebagai Du Lala (yang langsung mengingatkan saya pada perannya sebagai istri cantik nan cerdas pangeran Lan Ling di serial Lan Ling Wang, 2013), Vic Zhou (David Wang), Chen Bo Lin (Stanley Chen) dan aktris tamu dari Korea, Nana After School sebagai model muda cantik, Sha Dang Dang, Go lala Go! 2 telah sukses menarik lebih banyak penggemar fanatik yang ikut penasaran menonton demi menyaksikan para idolanya berakting. Walaupun saya pribadi lebih suka Xu Jing Lei, pemeran di film pertama.
Dibuka dengan adegan seorang sahabat Lala yang ingin bunuh diri melompat dari atap gedung bertingkat sambil mengenakan gaun pengantin karena sang pacar tak kunjung melamar meski telah menjalin hubungan bertahun-tahun. Bujukan Lala agar temannya mengurungkan niat lebih seperti nasihat untuk dirinya sendiri. Karena kalau dipikir-pikir, demikian juga nasib kisah asmaranya dengan David Wang. 5 tahun menjalin hubungan, di usianya yang menginjak 33 tahun, yang diinginkannya saat ini hanyalah kepastian. Kapan mereka akan menikah. Di sisi lain, David Wang yang baru merintis karir sebagai fotografer dihadapkan pada ancaman finansial yang masih menanti kejelasan. Gemerlap dunia fotografi dan selalu dikelilingi model-model muda kerap membuat Lala cemburu. Di tambah lagi David yang masih memendam keinginannya untuk keliling dunia bersama Lala, dianggap akan makin menjauhkan Lala dari impiannya saat ini.
Usia juga bukannya tak menjadi masalah bagi Lala di kantor. Setelah DB company tempatnya bekerja diakuisisi perusahaan asing, Lala memperoleh posisi baru sebagai assistant country manager. Dengan bos baru yang super perfeksionis, tekanan demi tekanan kian menguji ketahanannya. Di rumah, nasehat David malah meruntuhkan kepercayaan diri Lala dengan memintanya menyerah. Lala yang gigih dan penuh semangat itu kini telah berubah, menjadi wanita paruh baya penggerutu yang penampilannya selalu dicela seperti staf pemasaran door-to-door. Hubungannya dengan David pun kian memburuk.
Sebuah kesempatan mengubah situasi Lala seketika. Demi menjamu client penting, Lala terpaksa menggantikan Maggie Qu, sang bos. Tak hanya berperan sebagai presentator, tapi juga harus berpura-pura sebagai vise president, bukan mengakui posisi sesungguhnya yang hanya manager HR. Di luar dugaan presentasi Lala sukses dan Stanley Chen, sang calon client potensial memutuskan menjalin kerja sama dengan DB. Namun ternyata Stanley tak hanya terkesan secara profesional, bos muda-ganteng-sukses yang mantan pacarnya super model itu malah jatuh hati juga pada Lala. Lala terlena dengan perlakuan Stanley yang mengajaknya makan malam, sampai mengesampingkan janji dengan David. Berikutnya, usai perjalanan bisnis ke Pulau Samui (ini penulis novelnya kok seneng amat sama Thailand ya?), Lala dan Stanley resmi menjalin hubungan tepat di depan mata David yang secara tidak sengaja terpilih sebagai fotografer proyek pemotretan di Pulau Samui itu. Apa daya, kan sudah diputus duluan oleh David. Di malam perayaan kesuksesan proyek, Stanley melamar Lala. Lala terhenyak, orang yang akhirnya melamarnya bukan kekasih yang bersama dia selama lima tahun, tapi orang lain yang baru mengenalnya satu bulan. Tak hanya prestasi cemerlang di kantor, kini ia pun memiliki calon suami idaman semua wanita.
Tapi bukan Li Ke kalau gak bikin plot twist walaupun cenderung basi. hihi.. Enam bulan kemudian, Lala mempersembahkan ilustrasi video pada pembukaan pameran yang diselenggarakan David. Tentu saja tanpa sepengetahuan David. Alih-alih menikah dengan Stanley dan pergi ke luar negri, Lala keliling dunia dan menjadi travel blogger setelah menolak lamaran Stanley dan mengundurkan diri dari DB. Endingnya sudah bisa ditebak, David melamar Lala di atas panggung. Saat itu Lala baru sadar kalau sebetulnya David sudah berniat melamarnya di malam ia kepergok makan malam dengan Stanley dulu.
Terus terang, secara keseluruhan kurang digarap serius. Saya kasih bintang 5 dari 10, deh. Jadi terkesan cuma menjual cast aktris papan atas aja. Mungkin karena dengan memunculkan Nana yang idola para abege ya, film ini seperti sengaja dibuat "ringan", bertolak belakang dengan film pertama, bahkan usia karakter utamanya sendiri. hehe. Coba, bandingkan saja dengan adegan ranjang nan artistik di "Go Lala Go! 1", jauh, kan? *lap keringet. Ke mana aura sensual Lala dan David? kalau sudah bosan karena pacaran kelamaan harusnya adegannya bisa lebih santai, bukan lelarian dan gugulingan di ranjang ala Tomingse-Sancai di Meteor Garden. Hihihi. Oya, seperti film sebelumnya, di sini juga ada pesan sponsor lewat properti yang dimunculkan dari brand sponsor. Kalau dulu Lenovo, sekarang Lancome. Yak, jadi gausah komen norak ya. Cuekin aja, nanti juga biasa.
Tapi yah, walaupun begitu, pesan dari cerita ini lumayan tersampaikan, kok. Intinya, kesempatan dan keinginan itu sama-sama kita yang buat. Keputusan ada di tangan kita sendiri. Seperti kata Lala, jangan pernah mengatakan kamu tidak punya pilihan. Jadi, beranilah berkata tidak. Di umur berapa pun, cinta sejati akan hadir. Tidak perlu memaksakan kesempatan dan keinginan. Karena yang paling buruk adalah bersama orang yang tidak benar-benar kita inginkan. Karena kamu bisa keliling dunia dan melihat pemandangan-pemandangan indah. Tapi lebih indah lagi kalau ada kamu, orang spesial, di antaranya. Itulah pemandangan terindah, seperti judul pamerannya David: The most beautiful scenery.
Komentar
Posting Komentar