Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Tak Hanya RW, Kita Semualah Korban Manipulasi SS

Masih menyoal kasus yang melibatkan tokoh sastra Sitok Srengenge. Berikut sebuah wawancara personal dengan Iwan Pangka, pengacara RW. Saya salin dari kolom Ezki’s Interviu di laman kabar3.com bertajuk Iwan Pangka: Kita Semua Kalah . Lepas dari belum tuntasnya proses hukum terhadap kasus ini, secara pribadi saya bersimpati pada korban RW dan mendukung segala upayanya meluruskan kebenaran. Yang dihadapinya lebih dari seorang pria yang dikuasai nafsu bejat, tapi juga manipulator ulung. Ya, manipulator adalah predikat paling tepat untuk SS bagi saya. Saya kenal baik orang semacam ini walau pun tidak pernah berada di posisi persis dengan RW. Terima kasih untuk orang-orang di samping RW seperti Iwan Pangka. Mengutip salah satu pernyataan Iwan: " Ketika dia melakukan asusila itu dia tidak memikirkan anak dan istrinya, ketika masuk ranah hukum dia mencari anak dan istrinya. Dia menggunakan magis perempuan untuk melawan perempuan. Sitok lupa sudah menyakiti anak dan i...

Unknowing : Random Note Part1

Apa yang terjadi? Sebenarnya begitu ingin aku bertanya sejak pertama menatap raut wajahnya yang menyiratkan keletihan malam itu. Namun ia selalu mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain. Mengomentari status-status facebook-ku yang katanya suka 'ada-ada saja' namun selalu humanis, rasa irinya padaku dan T (teman facebook-ku) yang nyaman saja bepergian bersama dengan kendaraan umum menjelajahi tempat-tempat rekreasi di Jakarta (yang setelah itu disertai dengan pamer foto-foto), atau ceritanya tentang perilaku anak-anak, cuaca, dan kemacetan yang makin jahanam. Malam bertukar shift dengan dini hari. Sudah lebih berjam-jam kami duduk di emperan sebuah cafe yang sudah tutup. Ia bertanya ke mana aku akan pulang, apa pekerjaanku sekarang, tapi tidak pernah bertanya tentang hal pribadi. Itu yang membuatku sungkan mengulik hal yang sama darinya. Aku mendekap lengan kirinya. Entah rokok ke berapa yang saat itu menyala, terselip di jemari tangan kanannya. Aku t...

Sekali Lagi Tentang Memiliki dan Kehilangan

Kalau kamu pernah jatuh dari ketinggian dan tetap selamat, harusnya jatuh dari tempat-tempat yang lebih rendah bukan apa-apa. Begitu kata "sang bijak" dalam diri saya. Saya telah belajar untuk mendengarkannya sejak 3 tahun terakhir dan tetap berusaha waras. Ia telah membuat saya memiliki keberanian untuk berpikir kritis, memutuskan, bertindak, menemukan diri saya sendiri yang saya pikir telah hilang lama berselang. Ia membuat saya melompat dari "lantai 25" meskipun harusnya saya telah melompat sejak di "lantai 2". Saya mempertaruhkan segala hal yang dulu saya anggap sebagai pencapaian. Apa yang seharusnya menjadi milik saya, akan tetap menjadi milik saya. Hanya orang yang tidak benar-benar memiliki yang akan mati-matian membuktikan bahwa ia berhak atas sesuatu. Tidak ada yang bisa menghentikan saya. Jika saya masih hidup setelahnya, maka tidak akan ada jenis kehilangan apapun yang tidak bisa saya tanggung. Ada orang yang memperoleh pelajaran hidup den...

Love Phobia: Bila Cinta Harus Berjarak

Seperti kebanyakan film drama Korea lainnya yang penuh dengan adegan romantis, diselingi komedi dan berakhir dengan kisah sedih menyayat hati,  Love Phobia  jelas bukan pengecualian. Namun yang menarik dari kisah ini adalah alur cerita, termasuk ide ceritanya sendiri. Meskipun tergolong ide cerita yang biasa saja, namun nampak sekali penggarapan konflik yang apik mampu membuat penonton seperti saya sabar menunggu kisah bergulir.  Jo Kang (Seung Woo Cho) kecil tengah berboncengan sepeda dengan ayahnya ketika pertama kali ia berjumpa dengan Ari Dong (Hye Jeong Kang). Saat itu ayahnya sedang menjawab pertanyaan Jo Kang tentang cinta sejati. Jo Kang merasak menemukan cinta sejatinya pada diri Ari sejak saat itu. Ari adalah seorang anak perempuan yang dikenal aneh. Kemana-mana memakai jas hujan warna kuning tak terkecuali di dalam ruangan kelas. Sebagai anak baru di kelas, Ari memperkenalkan diri sambil bercerita bahwa ia adalah anak titisan makhluk luar angkasa yang di...

D'Stupid Baker: Toko roti bodoh, Rugi pun tak apa

Udah sering liat sambil lalu beberapa kali tapi baru kali ini sempet mampir. Nama cafe di kawasan Abdul Muis, Jakarta ini, D'StupidBaker, awalnya emang bikin penasaran. Eh, baru nyadar setelah paham then senyum-senyum sendiri akhirnya. D'c ost, saudara tuanya, ternyata punya nama company yang unik juga: PT. Pendekar Bodoh. Sedang D'Stupid Baker berada di bawah naungan "PT. Bocuan Gapapa". Aih, Bocuan gapapa, nih beneran? Hahaha.. Siapa bilang nama selalu berarti doa? Such a smart business gini, kok. Kadang-kadang "bocuan" (in chinese kek language means: rugi) juga bukan hal yang perlu terlalu ditakuti. Pebisnis dengan hati tidak sekedar mencari keuntungan materi semata. Jempol buat tim marketing kreatifnya.

Fong Sai Yuk 2: Jagoanku yang Poligami :|

Pertama kali nonton film Fong Sai Yuk kayaknya waktu masih kecil ya, tahun 90-an gitu deh. Udah ga keitung deh berapa kali ini film tayang di tv lokal. Tapi karena saat itu gue lagi khilaf, nongkrong di stasiun tivi Global TV dan antusias buat nyimak lagi film ini untuk kesekian puluh kalinya.Ternyata ya, kalo kita nonton lagi film lama, kita ga pernah memahaminya dari sudut pandang yang sama lagi. Kalau dulu gue terpukau banget sama ciamik dan lucunya acting ibu Sai Yuk, sekarang justru fokus banget ke romansa Sai Yuk dan istrinya, Ting Ting. Merupakan sekuel dari film  Fong Sai-yuk , film yang bertajuk  Fong Sai-yuk 2  (1993) ini tetap digarap oleh sutradara Corey Yuen. Film ini tentu saja melanjutkan kisah tokoh legenda Fong Sai-yuk (Jet Li) dan istrinya, Ting Ting (Michelle Reis). Mereka kini menjadi anggota kelompok rahasia penentang Dinasti Qing, Kelompok Bunga Merah ( Red Flower Society) yang dipimpin ayah angkat Sai-yuk, Chan Ka-lok (Adam Cheng). ...

Seseorang untuk Dirindukan

Aku duduk di tepian jurang. Pemandangan yang cukup ngeri sekiranya nyata. Tapi kala itu aku merasakan kebahagiaan membuncah di hati. Pandanganku ke langit. Langit indah sekali. Berwarna biru jernih dengan awan putih bergumpal+gumpal laksana kapas berarak tenang. "Aku selalu suka pemandangan sehabis hujan" ucapku sambil memalingkan wajah ke arah sosok di sebelahku. Rupanya aku tidak sendiri. Ia juga duduk santai di sampingku. Matanya tak pernah lepas menatapku. "Tapi ini bukan habis hujan." Balasnya seraya tersenyum. Entah kenapa aku mengatakannya. Aku cuma mau mengatakan itu saja. Lalu alam nir waktu itu kami nikmati dalam hening. Ah, ini kan hanya mimpi. Gumamku dalam hati. Dalam potongan2 fragmen nyaris tidak jelas dan tidak berurut, aku mendapati  kami berpetualang. Melewati hutan-hutan, bukit dan sawah, kampung-kampung asri dan sunyi. Jauh dan lama sekali perjalanan kami. Sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku untuk bertanya siapakah dia yang mengir...